Olahraga di Area Terpapar Gas Air Mata, Amankah?
Monika Pandey – Sisa gas air mata masih terasa, namun kegiatan Car Free Day di Jakarta tetap digelar di kawasan Sudirman-Thamrin pada Minggu (31/8/2025). Selain menjadi ajang rekreasi warga untuk berolahraga di akhir pekan, kebijakan ini juga berfungsi sebagai simbol bahwa kondisi Jakarta aman dan terkendali pasca serangkaian huru-hara yang sempat terjadi. Kehadiran masyarakat pun mencerminkan semangat pemulihan kota setelah kericuhan.
Namun demikian, tidak semua lokasi terasa nyaman untuk beraktivitas pagi ini. Di beberapa titik, sisa-sisa gas air mata masih menimbulkan rasa perih di mata ketika dilintasi. Pertanyaan pun muncul: sebenarnya, aman tidak sih berolahraga di tengah paparan sisa gas air mata?
“Simak Juga: Ingin Pap Smear Gratis? BPJS Kesehatan Sediakan Layanannya”
“Kalau sedang ada gas air mata yang baru saja disemprotkan, maka kita jelas harus segera menghindar,” ujar Guru Besar Pulmonologi, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K) pada Minggu (31/8/2025).
Ia juga menambahkan bahwa penggunaan odol di bawah mata tidak memberikan perlindungan. “Odol hanya sekadar merangsang pembentukan air mata, jadi jelas bukan solusi,” jelasnya.
Meski demikian, jika sudah ada jeda waktu yang cukup lama sejak penyemprotan, efek gas air mata biasanya berkurang karena terdispersi di udara terbuka. “Kalau disemprotkan di udara, maka sekitar 30 menit kemudian zat tersebut sudah cukup encer dan efeknya menurun,” terang Prof Tjandra yang pagi ini juga berolahraga melewati kawasan CFD Sudirman-Thamrin.
“Jadi, kalau penyemprotan terjadi kemarin, maka pagi ini praktis sudah tidak ada sisanya lagi sehingga aman untuk berolahraga,” tambahnya menegaskan.
Menurut Prof Tjandra, paparan gas air mata dapat menimbulkan gejala akut pada saluran pernapasan. Beberapa gejala yang bisa muncul antara lain dada terasa berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, bunyi mengi, hingga sesak napas. Dalam kondisi tertentu, paparan ini bahkan bisa memicu respiratory distress atau gawat napas.
Pada penderita penyakit paru kronis seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), risiko jauh lebih berbahaya. Gas air mata bisa memicu serangan sesak napas yang berujung gagal napas atau respiratory failure bila tidak segera ditangani.
Prof Tjandra menekankan pentingnya menghindari paparan gas air mata sebisa mungkin. Jika seseorang sudah terpapar, maka pakaian harus segera dilepas untuk mencegah iritasi lebih lanjut. “Bahkan jangan dibuka ke atas kalau pakai kaos, lebih baik digunting saja. Itu saran dari CDC yang menunjukkan keseriusan risiko gas air mata,” tegasnya mengutip panduan resmi US CDC (Centers for Disease Control and Prevention).
“Baca Juga: USU Gelar Wisuda, 4.113 Mahasiswa Siap Mengabdi ke Masyarakat”
This website uses cookies.