Psikolog: Sudah Tidak Bahagia? Ini Ciri Hubungan Perlu Dievaluasi
Monika Pandey – Hubungan yang tidak bahagia jarang berakhir tiba-tiba, karena perubahannya biasanya berlangsung perlahan dan nyaris tak disadari. Saat sudah terlalu nyaman, kita sering membiarkan semuanya berjalan seperti biasa, tanpa benar-benar menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubungan itu.
Menurut psikolog Mark Travers, Ph.D., penulis di rubrik Social Instincts untuk Psychology Today, ada tiga tanda utama yang bisa menunjukkan bahwa hubunganmu mungkin sudah tidak lagi membawa kebahagiaan. Simak ulasan berikut untuk mengevaluasi apakah hubunganmu masih layak dipertahankan.
Di awal hubungan, lelucon receh, panggilan sayang unik, atau momen lucu yang hanya dimengerti kalian berdua bisa menjadi perekat emosional. Tertawa bersama menciptakan kedekatan dan kehangatan.
Namun, jika hubungan mulai retak, hal-hal kecil ini bisa terasa hambar. Yang dulu membuatmu tertawa kini malah membuatmu diam, kesal, atau terpaksa tersenyum. Misalnya, ada lelucon lama yang dulunya selalu membuat kalian tertawa. Kini, ketika pasangan mengulanginya, kamu hanya tersenyum singkat atau malah merasa risih.
“Baca Juga: Kapan Sebaiknya Jalan Kaki Agar Khasiatnya Optimal?”
Penelitian dari jurnal Humor tahun 2020 menunjukkan bahwa respons terhadap humor pasangan berpengaruh besar pada kualitas hubungan. Jika upaya humor tak lagi diterima dengan hangat, itu bisa jadi sinyal adanya jarak emosional yang mulai tumbuh. Tertawa mungkin terlihat sepele, tapi ia mencerminkan kenyamanan emosional yang mendalam.
Dalam hubungan yang sehat, pasangan adalah orang pertama yang ingin kita beri kabar, baik saat senang maupun sedih. Tapi ketika kamu mulai ragu untuk bercerita, atau bahkan lebih dulu mengabari orang lain, bisa jadi sesuatu telah berubah.
Contohnya, kamu baru saja mendapat promosi yang sudah lama diimpikan. Alih-alih memberitahu pasangan, kamu justru menghubungi sahabat lebih dulu. Bukan karena pasangan tidak penting, tapi kamu merasa responnya tidak akan sesuai harapan.
Penelitian dari Personality and Social Psychology Bulletin tahun 2021 menemukan bahwa pasangan yang bahagia cenderung lebih terbuka satu sama lain. Ketika keinginan berbagi menghilang, itu bisa jadi pertanda menurunnya kedekatan emosional.
Jika kamu merasa pasangan tak lagi menjadi tempat pertama untuk berbagi suka dan duka, kemungkinan besar ikatan kalian mulai melemah. Dan jika terus dibiarkan, hal ini bisa menjadi awal dari keterasingan yang lebih besar.
Normalnya, waktu berpisah justru membuat rindu. Tapi kalau kamu merasa lebih tenang, damai, atau bahkan lebih bahagia saat tak bersama pasangan, itu pertanda yang patut diwaspadai.
Bayangkan kamu sedang liburan dengan teman-teman tanpa pasangan. Sepanjang perjalanan, kamu tak pernah merasa kehilangan dirinya. Justru kamu menikmati setiap momen tanpa tekanan emosional. Ketika liburan usai, kamu merasa enggan pulang bukan karena malas, tapi karena harus kembali menghadapi hubungan yang membuat stres.
Studi dari jurnal Family Relations tahun 2020 menunjukkan bahwa banyak pasangan bertahan dalam hubungan yang tidak bahagia karena alasan eksternal, seperti anak, tempat tinggal bersama, atau tekanan sosial. Tapi di balik itu, mereka mulai menyadari bahwa mereka merasa lebih damai saat sendiri. Rasa tenang inilah yang akhirnya mendorong mereka untuk keluar dari hubungan tersebut.
Tiga tanda di atas tidak berarti hubunganmu harus segera berakhir. Namun, jika kamu merasakannya terus-menerus, itu bisa jadi sinyal bahwa hubunganmu butuh perhatian serius, baik lewat komunikasi terbuka, konseling, atau bahkan keputusan sulit untuk mengakhiri.
Hubungan yang sehat seharusnya memberi dukungan emosional, rasa aman, dan ruang untuk bertumbuh. Jika justru membuatmu merasa terasing, tertekan, atau lelah secara emosional, mungkin sudah waktunya menanyakan pada diri sendiri: “Masihkah hubungan ini membahagiakan?”
“Simak Juga: Pacu Jalur, Tradisi Balap Perahu yang Trending di Media Sosial”
This website uses cookies.