Kasus Kusta di Indonesia Peringkat 3 Dunia, Pemerintah Canangkan Eliminasi 2030
Monika Pandey – Kasus penyakit kusta atau lepra masih menjadi persoalan yang besar bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae ini tidak hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga membawa beban sosial akibat stigma yang melekat pada penderitanya.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut Indonesia kini menempati peringkat ketiga jumlah kasus kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil. “Memang Indonesia menduduki tempat ketiga terbesar di dunia setelah India dan Brazil,” kata Dante di Tangerang, Kamis (14/8/2025).
Meski tidak merinci angka kasus, Dante menegaskan kusta masih endemis di sejumlah wilayah Indonesia. Kondisi ini menjadi perhatian serius karena kusta termasuk dalam 21 penyakit tropis terabaikan yang masuk target eliminasi global. Menurutnya, penanganan kusta perlu dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya aspek medis, tetapi juga sosial dan lingkungan.
“Simak Juga: Tradisi Mengunyah Sirih dan Ancaman Kanker Mulut, Ini yang Perlu Anda Ketahui!”
Pemerintah menargetkan eliminasi kusta di 111 kabupaten/kota pada 2030. Strateginya meliputi deteksi dini, peningkatan layanan kesehatan, penyebaran informasi yang benar, penghapusan stigma, pemberdayaan mantan penderita, hingga kemitraan lintas sektor. “Maka target kita dalam pembebasan penyakit kusta dinaikkan saat ini menjadi 111 kabupaten/kota di 2030,” ujar Dante.
Kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, serta sektor sosial menjadi kunci utama keberhasilan program ini.
Masyarakat juga perlu mengenali gejala kusta agar bisa segera mencari pengobatan. Untuk mencegah penularan, pemerintah memberikan kemoprofilaksis kepada kontak erat penderita. “Kemoprofilaksis ini diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap timbulnya penyakit,” jelas Dante.
Dante menekankan pentingnya menjaga lingkungan sehat untuk mengurangi risiko penularan penyakit tropis, termasuk kusta. Selain itu, stigma sosial harus dihapus, karena kerap membuat pasien enggan berobat, sehingga diagnosis terlambat dan penularan berlanjut di masyarakat.
Saat ini pengobatan kusta tersedia di puskesmas. Pasien hanya perlu dirujuk ke rumah sakit jika mengalami gejala berat atau kecacatan. “Kalau hanya gejala ringan kita upayakan ditangani di puskesmas,” ujar Dante.
Dengan akses yang lebih dekat, diharapkan pasien cepat mendapat terapi sehingga komplikasi bisa dicegah dan eliminasi kusta di 2030 dapat tercapai.
“Baca Juga: UT Bersinergi dengan USU, USM, dan Pemda Karo di Lini Pengabdian Internasional”
This website uses cookies.