Monika Pandey – Transplantasi organ adalah prosedur medis kompleks yang melibatkan pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh lain. Organ yang paling sering ditransplantasikan meliputi ginjal, hati, jantung, dan paru-paru. Prosedur ini sering kali menjadi satu-satunya solusi bagi pasien dengan kondisi organ yang rusak atau gagal fungsi. Meskipun transplantasi organ dapat menyelamatkan nyawa, prosedur ini tidak tanpa risiko, baik bagi penerima maupun donor organ.
Meskipun transplantasi organ dapat memberikan kehidupan baru bagi penerimanya, ada sejumlah risiko yang harus dipertimbangkan:
“Simak Juga: Thalassemia, Penyakit Darah Genetik yang Bisa Dicegah”
Salah satu risiko terbesar setelah transplantasi adalah penolakan organ, di mana sistem kekebalan tubuh penerima menganggap organ baru sebagai benda asing dan menyerangnya. Untuk mengatasi ini, penerima transplantasi harus mengonsumsi obat penekan kekebalan tubuh (imunosupresan), yang dapat meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi lainnya.
Obat imunosupresan yang digunakan untuk mencegah penolakan organ juga mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Hal ini membuat penerima transplantasi lebih rentan terhadap infeksi bakteri, virus, dan jamur. Infeksi ini bisa sangat berbahaya, bahkan mengancam nyawa.
Seperti prosedur bedah lainnya, transplantasi organ juga memiliki risiko komplikasi bedah, seperti pendarahan, pembekuan darah, atau kerusakan pada organ atau jaringan sekitarnya.
Setelah transplantasi, penerima organ mungkin mengalami masalah kesehatan jangka panjang, seperti kerusakan ginjal akibat obat imunosupresan atau peningkatan risiko kanker, terutama jenis kanker yang berkaitan dengan infeksi virus (seperti kanker kulit dan limfoma).
Transplantasi organ tidak hanya berisiko bagi penerima, tetapi juga bagi donor, terutama pada transplantasi organ hidup. Meskipun sebagian besar donor dapat hidup dengan satu ginjal atau sebagian dari hati mereka, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan:
Donor organ hidup harus menjalani prosedur bedah besar, yang membawa risiko pendarahan, infeksi, dan komplikasi anestesi. Prosedur ini memerlukan pemulihan yang lama dan dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau komplikasi kesehatan jangka panjang.
Donor organ hidup juga dapat menghadapi dampak psikologis, termasuk stres emosional dan kecemasan mengenai kesehatannya sendiri setelah memberikan organ. Proses pemberian organ bisa menimbulkan perasaan cemas, terutama jika komplikasi medis terjadi pasca-operasi.
Meski banyak donor yang menjalani hidup sehat setelah mendonorkan organ, ada kemungkinan risiko kesehatan jangka panjang, terutama bagi mereka yang mendonorkan ginjal. Beberapa studi menunjukkan bahwa donor ginjal hidup mungkin lebih berisiko terkena penyakit ginjal di masa depan, meskipun risikonya relatif rendah.
Sebelum melakukan transplantasi organ, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor, seperti kecocokan antara donor dan penerima, serta kesiapan fisik dan mental dari kedua belah pihak. Pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh dan pemantauan medis yang ketat diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi.
“Baca Juga: Kebiasaan Mengucek Mata, Dampak Bahaya yang Perlu Diketahui”