Monika Pandey – Mengisap jempol adalah kebiasaan yang umum pada bayi dan balita, sering kali dianggap wajar karena dapat membantu anak merasa nyaman. Namun, bila kebiasaan ini berlangsung terlalu lama, terutama setelah gigi permanen mulai tumbuh, dampak negatifnya bisa cukup signifikan.
Mengisap jempol merupakan refleks alami yang biasanya muncul sejak bayi. Bahkan, beberapa bayi sudah menunjukkan kebiasaan ini sejak dalam kandungan. Kebiasaan ini sering digunakan anak sebagai cara untuk menenangkan diri, terutama saat mereka merasa cemas, lelah, atau bosan. Namun, jika tidak dihentikan sebelum usia 4 atau 5 tahun, kebiasaan ini dapat memengaruhi perkembangan fisik dan emosional anak.
“Simak Juga: Kanker Rongga Mulut, Waspadai Gejalanya Sejak Dini”
Kebiasaan mengisap jempol yang berlangsung lama dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan gigi dan rahang. Tekanan dari jempol dapat menggeser posisi gigi, menyebabkan masalah seperti maloklusi (ketidaksejajaran gigi), open bite, atau gigi depan yang terlalu maju. Selain itu, bentuk rahang dan langit-langit mulut juga dapat berubah akibat tekanan yang terus-menerus.
Tekanan yang diberikan pada langit-langit mulut dapat memengaruhi perkembangan otot mulut dan struktur oral. Akibatnya, anak mungkin kesulitan mengucapkan huruf atau kata tertentu dengan jelas, sehingga berisiko mengalami gangguan bicara.
Mengisap jempol dapat meningkatkan risiko infeksi, terutama jika anak sering memasukkan jempol yang kotor ke mulut. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti infeksi saluran pencernaan atau kulit yang pecah-pecah dan terinfeksi.
Anak yang terus mengisap jempol hingga usia sekolah mungkin menghadapi ejekan dari teman-temannya. Hal ini dapat memengaruhi rasa percaya diri dan perkembangan sosial anak.
Menghentikan kebiasaan ini memerlukan pendekatan yang sabar dan penuh pengertian. Berikut beberapa tips yang dapat membantu:
“Baca Juga: Botox, Awet Muda Seketika dengan Suntikan Ajaib”