Monika Pandey – Bahaya tersembunyi dari transfusi darah memang sering tidak terlihat, meskipun prosedur ini merupakan langkah medis yang menyelamatkan nyawa. Transfusi darah sering dilakukan pada pasien yang membutuhkan penggantian darah akibat kecelakaan, operasi besar, atau kondisi medis tertentu seperti anemia. Meskipun memberikan manfaat besar, transfusi darah menyimpan sejumlah risiko yang perlu diperhatikan oleh pasien dan tenaga medis.
Salah satu bahaya paling umum dari transfusi darah adalah reaksi alergi. Reaksi ini bisa berupa gatal-gatal, ruam kulit, atau pembengkakan. Meskipun sebagian besar reaksi ini bersifat ringan, ada kemungkinan terjadi reaksi yang lebih serius seperti anafilaksis, yaitu reaksi alergi parah yang bisa mengancam jiwa. Untuk mencegah hal ini, darah yang akan ditransfusikan melalui proses penyaringan yang ketat. Namun, reaksi alergi tetap bisa terjadi pada sebagian pasien.
“Baca Juga: Pankreatitis Akut, Peradangan Organ Pankreas Secara Mendadak”
Meskipun darah yang digunakan untuk transfusi telah melalui proses penyaringan yang canggih, ada risiko kecil bahwa darah yang digunakan dapat mengandung penyakit menular. Beberapa penyakit seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C dapat ditularkan melalui transfusi darah. Pemeriksaan skrining yang dilakukan terhadap donor darah memang mengurangi kemungkinan penularan, namun tidak 100% menjamin bahwa darah yang ditransfusikan bebas dari infeksi. Oleh karena itu, meskipun jarang terjadi, ini tetap menjadi salah satu bahaya yang harus diperhitungkan.
Bahaya lain yang lebih serius adalah reaksi hemolitik akut, yang terjadi ketika darah yang diterima oleh pasien tidak sesuai dengan golongan darahnya. Dalam kondisi ini, tubuh pasien akan menyerang sel darah merah yang baru diterima, menyebabkan kerusakan organ, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Untuk menghindari hal ini, pemeriksaan golongan darah dilakukan dengan sangat teliti sebelum transfusi.
Transfusi darah yang terlalu banyak atau terlalu cepat juga dapat menyebabkan overload volume darah, di mana volume darah yang beredar dalam tubuh melebihi kapasitas normal. Hal ini bisa menyebabkan kegagalan jantung, terutama pada pasien dengan masalah jantung sebelumnya. Oleh karena itu, transfusi darah harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Transfusi darah berulang dapat menyebabkan penumpukan besi berlebih dalam tubuh. Besi yang berlebihan ini dapat menumpuk di organ vital seperti hati, jantung, dan pankreas, mengganggu fungsi organ tersebut, dan menyebabkan kerusakan permanen. Untuk mencegah hal ini, pasien yang sering mendapatkan transfusi darah biasanya diberikan pengobatan tambahan untuk mengeluarkan kelebihan besi dari tubuh.
Bahaya tersembunyi dari transfusi darah memang merupakan hal yang perlu diwaspadai, meskipun prosedur ini dapat menyelamatkan nyawa. Transfusi darah memiliki sejumlah risiko yang tidak boleh diabaikan. Ini seperti reaksi alergi, risiko penularan penyakit, reaksi hemolitik akut, overload darah, dan penumpukan besi. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis untuk melakukan transfusi darah dengan hati-hati dan memastikan prosedur dilakukan dengan standar keamanan yang ketat.
“Simak Juga: Kelenjar Liur, Pahlawan Kesehatan Mulut yang Jarang Diketahui”