Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim Emosional: “Saya Tak Melakukan Apa Pun!”
Monika Pandey – Mantan Mendikbud, Nadiem Makarim, secara resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,3 triliun. Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun dan menjadi salah satu skandal terbesar di sektor pendidikan dalam beberapa tahun terakhir.
Usai diperiksa dan keluar dari Gedung Kejaksaan Agung, Nadiem terlihat mengenakan rompi tahanan warna pink. Di hadapan awak media, ia berteriak membantah keras segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
“Simak juga: 8 Kebiasaan Aneh Warren Buffett yang Jadi Kunci Panjang Umur”
“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Integritas dan kejujuran adalah nomor satu dalam hidup saya,” ujar Nadiem Makarim dengan nada tinggi.
Nadiem kemudian langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan sebagai bagian dari proses penyidikan lanjutan.
Penyidik menyebut bahwa Nadiem berperan aktif dalam mendorong pengadaan Chromebook sejak awal 2020. Ia disebut menginisiasi pertemuan dengan perwakilan perusahaan teknologi asing dan memerintahkan jajarannya untuk menyusun spesifikasi teknis perangkat berbasis Chrome OS, bahkan sebelum proses lelang dimulai.
Sebelumnya, program Chromebook sempat ditolak oleh menteri pendahulunya karena dianggap gagal dalam uji coba di wilayah 3T. Namun, saat menjabat, Nadiem justru mendorong kembali program tersebut dengan dalih digitalisasi pendidikan nasional.
Instruksi dari Nadiem diduga memengaruhi pembuatan juknis dan juklab oleh jajaran internal Kemendikbudristek, yang secara spesifik mengarahkan pengadaan agar sesuai dengan produk tertentu. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan kompetisi terbuka dalam belanja negara.
Selain Nadiem, sudah ada empat tersangka lainnya dalam kasus ini. Penyidik terus menggali kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk konsultan teknologi dan pejabat struktural di lingkungan kementerian.
Kasus ini menjadi peringatan keras tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proyek digitalisasi pendidikan. Pengadaan perangkat teknologi seharusnya dilakukan berdasarkan kebutuhan riil sekolah, bukan karena kepentingan bisnis atau tekanan politis.
Kini, publik menantikan proses hukum yang adil dan terbuka, agar kepercayaan terhadap tata kelola pendidikan bisa dipulihkan kembali.
“Baca Juga: Janji Rektor USU, Tak Ada Mahasiswa Terhenti Kuliah karena UKT”
This website uses cookies.