Alergi vs Autoimun Kulit: Apa Bedanya?
Monika Pandey – Beberapa waktu lalu, warganet sempat mengira Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, mengalami autoimun kulit. Dugaan ini muncul karena di beberapa kesempatan wajah dan lehernya tampak penuh bercak kemerahan dan kehitaman. Namun, dugaan tersebut segera dibantah oleh ajudan presiden, Kompol Syarif Fitriansyah. Ia menegaskan bahwa Jokowi hanya menderita alergi kulit biasa yang tidak menular. “Bapak saat ini sedang pemulihan dari alergi kulit pasca-pulang dari Vatikan,” ujar Syarif di Kota Solo, Kamis (5/6/2025). Meski dalam masa pemulihan, Jokowi tetap menjalankan aktivitasnya tanpa pembatasan berarti.
Meskipun keduanya melibatkan sistem imun tubuh, alergi kulit dan autoimun kulit adalah dua kondisi yang berbeda secara mendasar. Menurut keterangan dari situs resmi Kementerian Kesehatan (kemkes.go.id), alergi kulit terjadi ketika sistem imun bereaksi berlebihan terhadap zat asing (alergen) seperti debu, serbuk sari, makanan tertentu, logam seperti nikel, bahan kimia, atau obat-obatan. Jenis alergi kulit yang paling umum adalah dermatitis atopik atau eksim. Gejala alergi ini antara lain kulit kemerahan atau kecokelatan, gatal, muncul benjolan kecil berisi cairan, hingga kulit yang lama kelamaan menjadi tebal, pecah-pecah, bersisik, dan kasar.
“Baca Juga: Desquamative Gingivitis, Penyakit Gusi Langka yang Menyakitkan”
Sebaliknya, penyakit autoimun muncul ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehat sendiri. Kulit, sebagai organ terbesar dan pelindung utama tubuh, sering menjadi target serangan tersebut. Contoh penyakit autoimun kulit adalah psoriasis, lupus kulit, vitiligo, dan pemfigus. Gejalanya berupa bercak kemerahan yang gatal dan perih, luka terbuka seperti koreng, serta nyeri pada sendi.
Karena gejala alergi dan autoimun kulit terkadang mirip, pemeriksaan medis oleh dokter kulit atau imunologi sangat penting untuk memastikan diagnosis yang tepat. Hingga kini, penyebab pasti penyakit autoimun kulit masih menjadi fokus penelitian. Namun, beberapa faktor yang diduga dapat memicu kondisi ini meliputi paparan sinar matahari berlebihan, faktor genetik, stres kronis, infeksi, serta perubahan hormonal.
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai perbedaan kedua kondisi ini, masyarakat diharapkan tidak mudah terpancing informasi yang belum jelas kebenarannya dan dapat menjaga kesehatan kulit secara optimal.
“Simak Juga: Tiket Konser BLACKPINK Deadline di Jakarta, Mulai Rp1,4 Juta”
This website uses cookies.